Friday, November 14, 2008

lpg dari blog sebleah

May 6, 2008...4:33 am
Konversi Minyak Tanah ke LPG
Jump to Comments

Kebutuhan manusia yang tidak terbatas selalu dibatasi dengan ketersediaan sumber daya untuk memenuhinya. Keterbatasan pemenuhan kebutuhan tersebut mengakibatkan opportunity cost bagi manusia dalam menentukan pilihan alokasi sumber daya yang dimilikinya. Salah satu masalah keterbatasan manusia di jaman modern ini adalah bahan bakar, khususnya bahan bakar minyak (BBM). Hal ini dikarenakan BBM merupakan sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui. Kondisi tersebut dialami oleh hampir seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia.

Jikalau kita tinjau, permasalahannya bermula dari keterbatasan Sumber Daya Alam (SDA) di dunia yaitu dengan semakin melambungnya harga minyak dunia. Satu-satunya jalan ialah Indonesia dapat mengelola minyak bumi yang ada di Indonesia sendiri guna mengurangi tingkat ketergantungan Indonesia terhadap negara-negara penghasil minyak seperti Arab. Namun sangat disayangkan, ternyata kenyataan berkata lain karena Indonesia sendiri belum cukup mandiri untuk mengelola minyak bumi yang ada di tanah Indonesia ini karena keterbatasan teknologi yang ada di Indonesia.

Pratinjau lagi pada masalah harga minyak dunia dimana harga minyak yang melambung tersebut juga berimbas pada harga jual minyak di Indonesia otomatis subsidi pemerintah terhadap bahan bakar minyak yang meliputi solar,bensin,minyak tanah,dan lainnya, juga meningkat sehingga menguras APBN dan devisa negara Indonesia. Hal ini mengakibatkan berbagai revisi APBN harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia agar dapat menjalankan kegiatan perekonomian dan pemerintahan di Indonesia. Selain itu, imbas dari keterbatasan APBN dan devisa negara maka pemerintah terpaksa mengurangi pasokan bahan bakar minyak terutama minyak tanah, karena anggaran subsdi bahan bakar terbesar digunakan untuk mensubsidi minyak tanah. Hal ini dikarenakan peran minyak tanah adalah sebagai bahan bakar yang paling banyak digunakan oleh masyarakat mulai untuk keperluan sehari-hari sampai untuk melakukan usaha-usaha mikro. Karena bersinggungan dengan kehidupan ekonomi rakyat banyak dan pengelolaan APBN maka tidaklah mengherankan jika pasokan minyak tanah harus dibatasi yang kemudian berdampak pada naiknya harga miyak tanah di pasaran domestik.

Melihat hal tersebut maka pemerintah mencarikan solusi supaya masyarakat dapat berhemat dalam pemakaian bahan bakar untuk sehari-hari. Di sisi lain pemerintah juga tidak tinggal diam dengan turut menghemat atau mengalokasikan anggaran dana APBN untuk hal lain. Oleh karena itulah pemerintah mengeluarkan kebijakan konversi minyak tanah ke LPG, yang mana jika dilakukan penghitungan yang cermat maka masyarakat dengan biaya yang sama dapat menggunakan LPG yang lebih menguntungkan daripada minyak tanah. Tetapi sayang dalam pelaksanaannya ternyata benar-benar tidak semudah yang kita kira dimana persoalan ini masih menemui banyak hambatan,yang diantaranya disebabkan karena masyarakat sudah terbiasa menggunakan minyak tanah, apalagi pemerintah terlalu mendadak dan tidak terencana secara komprehensif.

.

Subsidi Bahan Bakar Minyak

Pemerintah memberikan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk membantu kegiatan ekonomi rakyatnya. Hal ini dikarenakan masih besarnya ketergantungan sektor ekonomi rakyat terhadap BBM. Karena besarnya subsidi yang diberikan pemerintah kepada bahan bakar minyak, sehingga pemerintah harus mengeluarkan dana APBN lebih besar lagi seiring meningkatnya harga minyak dunia, oleh sebab itu pemerintah beserta DPR telah bersepakat untuk menghapuskan subsidi BBM secara bertahap seperti tertuang pada UU No. 25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas).

Beban subsidi BBM bagi pemerintah sangat berat. Setiap tahunnya pemerintah menganggarkan kurang lebih 50 triliun Rupiah untuk keperluan subsidi BBM (minyak tanah, premium dan solar). Subsidi BBM yang terbesar dikenakan pada minyak tanah. Hal ini dikarenakan minyak tanah merupakan sarana bahan bakar bagi berbagai keperluan rumah tangga sampai pada industri. Data terakhir menyebutkan bahwa subsidi minyak tanah sekitar Rp.3.800 setiap liternya dan menyedot hampir 50% dari total subsidi BBM. Kebutuhan minyak tanah sebagai salah satu elemen BBM memiliki kecenderungan yang terus semakin meningkat. Apalagi, kondisi tersebut diimbangi dengan semakin naiknya harga minyak dunia.

Konversi Minyak Tanah ke LPG

Program kebijakan pemerintah ini merupakan program pengalihan subsidi dan penggunaan minyak tanah oleh masyarakat ke gas LPG 3 Kg melalui pembagian paket LPG 3 Kg beserta isi, kompor, regulator dan selang secara gratis kepada masyarakat yang memiliki kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya. Program ini dilaksanakan oleh pemerintah dengan maksud untuk mengatisipasi semakin menipisnya cadangan minyak bumi di Indonesia dan terus melambungnya harga minyak dunia. Kemudian selain itu program ini juga bertujuan untuk mengurangi beban subsidi BBM yang terlalu besar, khususnya subsidi bagi minyak tanah. Terakhir, program ini secara teknis terbukti lebih mudah digunakan, lebih hemat, lebih aman dan lebih ramah lingkungan.

Program konversi ini memiliki target sasaran rumah tangga dan usaha mikro. Target rumah tangga yang dikenakan program konversi ini antara lain adalah: ibu rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan, pengguna minyak tanah murni, kelas sosial C1 ke bawah (keluarga yang penghasilannya kurang dari 1,5 juta Rupiah perbulan), serta penduduk yang sah pada daerah tempat konversi tersebut dilakukan. Sedangkan Usaha Mikro yang dikenakan program konversi ini antara lain harus memiliki syarat: usaha mikro yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan produksinya, penduduk legal dari tempat konversi dilakukan serta memiliki surat keterangan usaha dari pemerintah kelurahan setempat.

Program konversi ini dilaksanakan dengan melibatkan beberapa institusi, yaitu antara lain adalah Kementrian Negara Koperasi dan UKM sebagai insitusi pengadaan kompor dan akesorisnya serta mendistribusikannya ke masyarakat yang bekerja sama dengan P.T Pertamina. Pihak kedua adalah P.T. Pertamina yang bertugas menyediakan tabung dan isi LPG. Pihak ketiga adalah Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan yang bertugas mensosialisasikan konversi ini terhadap masyarakat luas. Pada praktiknya, P.T. Pertamina menjadi koordinator dalam proses konversi minyak tanah ke LPG 3 Kg. Dengan demikian, pemerintah mencoba mengkonversikan penggunaan sekitar 5,2 juta kiloliter minyak tanah kepada penggunaan 3,5 juta ton LPG hingga tahun 2010 mendatang yang dimulai dengan 1juta kilo liter minyak tanah pada tahun 2007. Langkah ini bisa dipahami cukup strategis mengingat setelah penghapusan subsidi bensin dan solar, permintaan terhadap minyak tanah tidak mengalami penurunan.

Efektivitas Penggunaan LPG dibanding Minyak Tanah

Mengingat masih awamnya penggunaan LPG bagi masyarakat di Indonesia maka program ini memerlukan beberapa tahapan mulai dari pengenalan, sosialisasi, sampling area sampai pada perluasan program konversi. Penggunaan LPG 3kg sebagai pengganti minyak tanah secara bertahap mulai dilaksanakan sejak awal tahun 2007. Pertamina menargetkan mendistribusikan LPG 3kg hingga 567.767 ton pada 2007 yang diharapkan dapat mengkonversi sekitar 988.000 kiloliter minyak tanah.

Perluasan uji pasar ini didasarkan atas keberhasilan pelaksanaan uji pasar sebelumnya pada agustus 2006 di kecamatan kemayorna, Jakarta pusat, yang meliputi 500 KK. Dari uji tersebut terkumpul data 99% responden menyatakan akan tetap menggunakan LPG 3Kg dan tidak akan menggunakan minyka tanah lagi.87.8% menyatakan bahwa LPG dapat digunakan lebih hemat dibandingkan minyak tanah, karena pengisi ulang untuk 1 tabung LPG dilakukan setelah 7 hari. Perbandingannya 1 tabung LPG setara dengan 5.22 liter minyaktanah dalam 5 hari. Dengan perhitungan pemakaian minyak tanah 1liter per hari, maka LPG lebih hemat 97.4%, LPG 3kg dapat menghemat sekitar Rp 3000 per minggu. Alokasi minyak tanah akan ditarik setara dengan jumlah energi LPG yang disalurkan. Ukuran kesetaraan yang telah ditetapkan adalah 1kg LPG = 1.74 liter minyak tanah.

Bila masyarakat sudah meninggalkan minyak tanah, pemerintah Indonesia memang mendapatkan kebaikan karena peningkatan efisiensi. Dalam perbandingan subsidi, untuk minyak tanah adalah sebanyak Rp.36,65 trilyun, sementara untuk LPG Rp.16,53 trilyun. Artinya pemerintah Indonesia bisa berhemat sekitar Rp.20 trilyun bahkan bisa lebih besar.

Hal tersebut didukung pula dengan fakta bahwa harga minyak tanah Rp.2.500/liter sedangkan elpiji hanya Rp.1.800/liter sehingga dengan menggunakan elpiji akan lebih murah bila dibandingkan dengan minyak tanah. “ Kalau untuk satu keluarga menggunakan minyak tanah 30 liter per bulan maka akan mengeluarkan biaya sebesar Rp.75.000 sedangkan kalau pakai elpiji hanya 12 kilogram dengan harga Rp.40.000 hingga Rp.50.000 maka akan ada penghematan sebesar Rp.25.000/bulan .”

Berdasarkan fakta, kebutuhan minyak tanah adalah 10 juta kiloliter per tahun. Subsidinya hingga Rp.600 milyar per tahun. Kalau tidak diatasi hal ini merupakan salah satu komponen pembangkrut negara. Namun demikian, rangkaian kekacauan konversi minyak tanah ke LPG, karena kurangnya komitmen petinggi-petinggi negara yang diserahi amanah kepada detail-detail persiapan, perencanaan, sosialisai, komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak.



Kajian Efektivitas Program Konversi Minyak Tanah ke LPG

Kajian berikut ini merupakan hasil penelitian dari Tim Studi Pusat Kebijakan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal milik Pemerintah Indonesia pada bulan Januari 2008. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode Quick Research. Sampel yang digunakan tersebar di daerah Jakarta, Depok, Bandung, Cimahi, Semarang, Sleman, Tangerang dan Yogyakarta yang terdiri dari 288 orang penerima konversi.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perbandingan rata-rata pengeluaran minyak tanah terhadap pengeluaran bahan bakar sebelum konversi sebesar 59,12% sedangkan setelah konversi menurun menjadi 40,88%. Selain itu rata-rata penggunaan bahan bakar (minyak tanah dan LPG) selama sebulan sebelum konversi memerlukan biaya sebesar Rp.87.880,- sedangkan setelah konversi dana yang diperlukan menurun menjadi Rp.80.815,- sehingga terjadi penghematan pengeluaran perbulan sebesar Rp.7.065,-.

Berdasarkan hasil konversi tersebut mengindikasikan bahwa pemakaian LPG lebih efisien dan ekonomis dibandingkan dengan minyak tanah sehingga pengguna LPG akhirnya lebih banyak dibandingkan minyak tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengguna minyak tanah sebelum konversi sebanyak 59,3% menurun menjadi 40,7% sedangkan pengguna LPG sebelum program konversi sebanyak 20,83% naik menjadi 79,17%.

Hasil interview memberikan jawaban atas beberapa pertanyaan. Menurut hasil interview, 71,18% responden menganggap telah diberikan sosialisasi program konversi sedangkan 28,82% tidak diberikan sosialisasi terlebih dahulu. Berdasarkan ada tidaknya biaya yang digunakan untuk memperoleh paket kompor gas memberikan hasil bahwa 29,5% responden memerlukan biaya untuk mendapatkan paket kompor gas sedangkan sisanya 70,5% tidak memerlukan biaya.

Mengenai penggunaan paket kompor gas, para responden yang menggunakan paket tersebut sebanyak 83,3% sedangkan 16,7% responden tidak menggunakan paket kompor gas yang telah dibagikan oleh pemerintah. Alasan para responden yang tidak menggunakan lebih banyak dikarenakan takut untuk menggunakannya sedangkan yang kedua adalah para responden sudah memiliki kompor gas di rumahnya.

Para responden yang telah menggunakan paket kompor gas kembali membeli isi gas LPG 3Kg sebanyak 81,6% sedangkan yang tidak membeli lagi sebanyak 10,4% dan 8% tidak memberikan jawaban yang jelas. Hal ini terkait dengan kemudahan mendapatkan gas LPG 3Kg. Responden penelitian ini yang mengatakan mudah mendapatkan gas LPG 3Kg sebanyak 84,03% sedangkan 4,51% responden sulit mendapatkannya dan 11,46% tidak memberikan tanggapan.

Berdasarkan kualitas paket kompor gas, sebanyak 86,46% responden mendapatkan kompor gas yang baik sedangkan 13,54% responden mendapatkan kompor gas yang jelek. Sedangkan kualitas tabung gasnya, 92,36% responden mendapatkan tabung gas yang baik dan 7,64% responden mendapatkan tabung gas yang jelek.

Mau Tidak Mau, Konversi Harus Tetap Dilakukan !

Berdasarkan kajian pustaka beberapa penelitian dan opini para ahli mengenai mengenai konversi minyak tanah ke gas maka penulis memandang bahwa “Konversi Harus Tetap Dilakukan!”. Pertimbangan tersebut didasarkan atas beberapa kajian terhadap subsidi BBM di Indonesia.

Program konversi minyak tanah ke LPG mengandung beberapa pertimbangan baik secara teknis maupun secara ekonomis:

1. LPG lebih efektif dan lebih efisien dibandingkan minyak tanah yaitu:

v Lebih hemat : dilihat dari segi harga, penggunaan LPG lebih hemat Rp.3.000/minggu. Hal tersebut didasarkan atas fakta bahwa pada penggunaan kompor gas selama seminggu secara umum, rumah tangga akan mengunakan LPG dengan massa 3kg (dari 3kg massa LPG tersebut sama dengan 5,22 liter minyak tanah), sedangkan dari jumlah 5,22 liter tersebut, ternyata jumlah tersebut hanya dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga pada umumnya pula selama 5 hari. Berdasarkan asumsi tersebut maka dapat kita ketahui bahwa penggunaan LPG lebih hemat dan irit dibandingkan penggunaan minyak tanah karena memiliki selisih 2 hari penggunaan dengan konversi massa yang sama.

v Lebih praktis : Di segi penggunaan, LPG dinilai lebih mudah dalam penggunaan dibandingkan penggunaan kompor yang menggunakan minyak tanah dengan bukti semisal pada saat kita menggunakan kompor minyak tanah, kita perlu menggunakan sumbu yang kemudian dibasahi dengan minyak tanah dan disulut dengan api barulah sumbu tersebut akan menghasilkan api yang digunakan untuk dimasukan ke sumbu kompor guna meratakan sumbu (kapilaritas) pada kompor minyak tanah. Di sisi lain ketika kita menggunakan kompor gas yang menggunakan LPG, maka kita tidak perlu repot-repot untuk melakukan prosedur selama prosedur kompor minyak tanah. Selain hal-hal kemudahan yang telah dijabarkan diatas, kemudahan dan kepraktisan penggunaan kompor berbasis LPG adalah kemudahan dalam perawatannya.

v Lebih ramah lingkungan : dilihat dari segi emisi (gas pembakaran) ternyata berdasarkan fakta yang ada menjelaskan bahwa gas pembakaran kompor minyak tanah berupa asap kompor menyebabkan asap dengan tingkat polutan yang cukup tinggi dilihat dari warna asap kompor tersebut yaitu hitam, sedangkan pada kompor yang menggunakan LPG terbukti lebih ramah lingkungan dengan gas pembakaran yang lebih bersahabat.



Itulah beberapa kelebihan daripada LPG dibandingkan minyak tanah. Jika membahas persoalan kontra menyikapi konversi minyak tanah ke gas, menurut penulis hat tersebut semata-mata hanya dikarenakan hal-hal sebagai berikut:

v Rencana konversi LPG ke minyak tanah yang dirasa belum terencana dengan baik dan bisa dibilang “agak mendadak”.

v Rendahnya sosialisasi kepada masyarakat pengguna minyak tanah dimana mereka terpaku pada rumor bahwa LPG atau kompor gas lebih rawan untuk meledak padahal kenyataannya rumor tersebut mentah-mentah tidak dibenarkan, rumor seperti itulah yang sedikit banyak menyebabkan pengguna minyak tanah enggan menggunakan LPG dan parahnya rumor tersebut malah semakin diamini dan menjadi suatu habit atau kebiasaan pengguna minyak tanah.

v Ketidaksiapan infrastruktur seperti stasiun pengisian dan depot LPG, hal tersebut juga semakin membuat pengguna minyak tanah semakin enggan berpindah ke LPG yang secara fasilitas masih belum merata.

v Besarnya biaya pembelian kompor gas juga menjadi batu sandungan dalam perihal konversi minyak tanah ke gas, bagi rakyat yang kurang mampu, untuk mengeluarkan biaya sebesar Rp.100.000 – Rp.200.000 dirasa cukup berat apalagi menyikapi perekonomiaan Indonesia yang makin hari makin dirasa memberatkan rakyatnya.

Dari data-data diataslah dapat terlihat jelas bahwa fakta yang ada hanyalah seputar habit (kebiasaan) dan beberapa masalah lain yang bersinggungan. Dan apabila dalam beberapa data yang ada kami temukan tentang gembar – gembor kesulitan konversi dikarenakan masalah harga, maka darisinilah dapat kami buktikan bahwa soal menyoal harga perbandingan pada LPG dengan minyak tanah hanyalah akal-akalan belaka untuk semakin mengacaukan proses konversi LPG ke minyak tanah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu agar tidak mengalami penurunan penjualan pada sektor minyak tanah.

Di sisi lain, untuk masalah yang lebih kompleks hambatan-hambatan itu juga diwarnai oleh akar permasalahan yaitu :

v Krisis APBN dimana subsidi yang terlalu besar untuk minyak tanah dan hal tersebut telah jelas-jelas terlihat secara kasat mata sebagai penyumbang defisit APBN

v Naiknya harga BBM dunia dikarenakan semakin langkanya minyak dunia, hal tersebut tercermin sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa semakin besar permintaan yang tidak diimbangi dengan jumlah barang yang tersedia maka akan menyebabkan suatu kelangkaan

v Efek domino pencabutan subsidi solar dan bensin dimana minyak tanah sebagai alternatif bahan bakar industri khususnya pada Usaha Kecil dan Menengah serta para nelayan.

v Krisis strukturtural organisasi yaitu pada perihal tumpang tindih wewenang

v Krisis distribusi program konversi dimana masih terjadi miss – management antara penyedia kompor gas dengan penyalurnya.

v Hambatan sosialisasi yang masih belum diberikan secara menyeluruh kepada masyarakat khususnya para calon penerima program konversi.

v Keterlibatan politik ekonomi para stakeholder yaitu politik yang berlaku bagi para pengepul yang telah sekian lama menikmati hasil dan keuntungan berlimpah dari usaha minyak tanah, sekarang dengan adanya konversi tersebut maka pihak pengepul merasa dirugikan dan tentu pihak pengepul juga tidak akan menginginkan hal tersebut terjadi, sehingga mencoba melemparkan isu-isu strategis yang merusak program konversi. Hal itulah yang menjadi salah satu penghambat rencana pemerintah dalam proses konversi minyak tanah ke gas.

Berdasarkan beberapa hambatan yang ada maka dapat ditarik benang merah dari permasalahan yang ada yaitu pembentukan karakter masyarakat melalui pembentukan kebiasaan yang kondusif bagi kemajuan bangsa. Sementara itu, masalah kelangkaan minyak tanah yang terjadi di pasaran,disebutkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro sebagai masalah kebiasaan konsumen, menurutnya masyarakat sudah terbiasa memakai minyak tanah selama berpuluh-puluh tahun sehingga memerlukan kesabaran dalam masa transisi menuju penggunaan LPG sebagai bahan bakar kegiatan ekonomi masyarakat.



Saran Untuk Program Konversi

Berdasarkan beberapa masalah, hambatan serta kelebihan program konversi ini maka saran yang sekiranya bermanfaat adalah sebagai berikut:

v Pemerintah menggalakan suatu program penunjang yaitu sosialisasi yang intensif melalui media massa, media cetak , iklan , brosur dan semua media yang ada di Indonesia guna mengoptimalkan pengetahuan masyarakat mengenai LPG agar permasalahan tentang keyakinan bahwa LPG rawan segera ditepis, khususnya hasil penelitian dan kajian ilmiah.

v Perbaikan penyedia infrastruktur dalam distribusi LPG ke masyarakat baik melalui penyedian tabung gas 3Kg yang mencukupi kebutuhan pengguna sampai pada armada pengangkut yang memadai.

v Keputusan tentang kewenangan organisasi pengelola distribusi komponen-komponen kompor gas. Hal ini diharapkan dapat memperjelas pihak mana yang bertanggung jawab atas proses produksi komponen kompor gas mulai dari penyedia kompor, tabung gas, sampai ke distribusi kepada masyarakat mengingat selama ini terlihat masih terkonsentasi kepada P.T. Pertamina sebagai pelaku yang paling berperan baik mulai dari produksi, distribusi maupun sosialisasi.

v Positioning product yang bagus sebab berdasarkan kondisi Indonesia yang sekarang ini menyikapi perihal konversi, yang ada ialah Good Product Vs Bad Marketing sehingga menyebabkan Bad Positioning of Product. Ini terkait dengan saran mengenai program sosialisasi yang intensif sehingga LPG sebagai produk mampu memiliki kepercayaan di mata penggunanya.

v Pendekatan persuasif terhadap para pelaku ekonomi yang memiliki peran pada penyediaan minyak tanah sehingga dapat meredam kontra terhadap program konversi atau bahkan jika dimungkinkan pemerintah dapat melibatkan pelaku ekonomi tersebut sebagai penyedia layanan distribusi bagi produk LPG.



Kira-kira itulah sedikit kajian saya dan juga diskusi dengan teman-teman saya tentang konversi minyak tanah ke LPG. Semoga bermanfaat….

No comments: